Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan Negara. Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa."Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta. Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul. Menurut dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti," katanya. Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan. Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya. Kita sekarang membahas masalah yang amat relevan dengan perkembangan pembangunan bangsa ini bersamasama, dengan melibatkan berbagai organisasi kecendekiawanan dari bermacam-macam agama. Ini berarti langsung atau tidak langsung mengasumsikan adanya kemungkinan kita bertemu dalam suatu landasan bersama (common platform). Maka sekarang pertanyaannya ialah, adakah titik-temu agama-agama ? Pertanyaan yang hampir harian itu kita ketahui mengundang jawaban yang bervariasi dari ujung keujung, sejak dari yang tegas mengatakan "ada", kemudian yang ragu dan tidak tahu pasti secara sekptis atau agnostis, sampai kepada yang tegas mengingkarinya. Mungkin, mengikuti wisdom lama, yang benar ada disuatu posisi antara kedua ujung itu, berupa suatu sikap yang tidak secara simplistik meniadakan atau mengadakan, juga bukan sikap ragu dan penuh kebimbangan. Karena kita bangsa Indonesia sering membanggakan atau dibanggak sebagai bangsa yang bertoleransi dan berkerukunan agama yang tinggi, maka barangkali cukup logis jika jawaban atas pertanyaan diatas kita mulai dengan suatu sikap afirmatif. Sebab logika toleransi, apalagi kerukunan ialah saling pengertian dan penghargaan, yang pada urutannya mengandung logika titik-temu, meskipun, tentu saja, terbatas hanya kepada hal-hal prinsipil. Hal-hal rinci, seprti ekspresi -ekspresi simbolik dan formalistik, tentu sulit dipertemukan. Masing-masing agama, bahkan sesungguhnya masing-masing kelompok intern suatu agama tertentu sendiri, mempunyai idiomnya yang khas dan bersifat esoterik.
Sikap Kerjasama Antar Umat Beragama :
- Menghormati orang yang sedang melaksanakan ibadah
- Toleransi hidup beragama, kepercayaan & keyakinan masing-masing
- Tidak memaksakan agama & kepercayaannya kepada orang lain
- Bekerja sama & menolong tanpa membeda-bedakan agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar